Suatu ketika seseorang sahabat berada di sisi Nabi SAW lewatlah
seorang di hadapannya. Ketika melihatnya ia berkata, “Wahai Rasulullah
sesungguhnya aku mencintainya.” Nabi SAW bertanya kepadanya, “Apakah
engkau telah memberitahukannya?” “Belum.” Jawabnya. Beliau bersabda,
“Beritahukanlah.” Orang tersebut menyusulnya dan berkata, “Sesungguhnya
aku mencintaimu karena Allah.” Orang tersebut membalas dengan ungkapan,
“Semoga Allah yang menjadikanmu mencintaiku juga mencintaimu sebagaimana
engkau mencintaiku.” (HR. Abu Dawud, shahih)
Sungguh, kalimat
tersebut menggetarkan jiwa dan menyejukkan hati. Betapa tidak, ungkapan
tersebut merupakan ekspresi iman yang tulus dan jujur. Bukan ucapan
yang didasari keinginan duniawi. Bukan pula basa-basi yang diucapkan
sebagai pemanis bibir.
Cinta dan loyalitas merupakan suatu kata
indah yang sering diungkapkan banyak orang, namun jarang yang tepat
menggunakan atau memahaminya. Saat ini kata tersebut malah identik
dengan hal yng berkonotasi nafsu atau syahwat. Inilah akibatnya, jika
tsunami media luar masuk ke negeri ini tanpa kontrol. Padahal, cinta
dalam Islam merupakan kata-kata yang bermakna tinggi dari semua itu.
Dengan cinta seseorang bisa masuk surga atau berakhir dalam neraka. Itu
tergantung dari bagaimana dan kepada siapa ia mencintai.
Mengungkapkan perasaan cinta
Mengungkapan
perasaan cinta kepada saudara seiman karena Allah merupakan suatu hal
yang positif. Rasulullah SAW pernah mengungkapkan kecintaannya kepada
sahabat Muadz bin Jabal RA
.
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ:”يَا مُعَاذُ
وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ”. فَقَالَ
:”أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ
اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ”.
Diriwayatkan
dari Muadz bin Jabal RA bahwa Rasulullah SAW meraih tangannya lalu
mengatakan, “Wahai Muadz, demi Allah aku mencintaimu!” Lalu beliau
bersabda, “Wahai Muadz, aku berpesan kepadamu untuk tidak meninggalkan
doa setelah shalat. ‘Allahumma `ainni `ala dzikrika wa husni ibadatika’ (Ya Allah bantulah aku untuk selalu berdzikir, mensyukuri nikmatmu dan beribadah kepadamu dengan baik’.” (HR. Abu Dawud)
Mengungkapkan
perasaan cinta karena Allah kepada sesama muslim bisa menjadi penguat
ukhuwah atau persaudaraan. Sebab, dalam hubungan sosial selalu ada
riak-riak kecil perasaan ghil, jengkel atau iri hati yang
muncul karena kesalahpahaman. Ukhuwwah pun menjadi kaku dan dingin.
Sehingga saat bertemu, tidak banyak salam dan sapa terucap. Jika
dibiarkan, duri-duri tersebut dapat merusak ukhuwwah. Padahal,
sebenarnya kekakuan tersebut bisa cair dengan komunikasi yang jujur dan
tulus. Karena itulah Rasulullah SAW menganjurkan untuk mengekspresikan
perasaan cinta dengan kata-kata.
إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُعْلِمْهُ إِيَّاهُ
“Jika
seseorang mencintai saudaranya maka hendaknya ia mengungkapkan
kepadanya bahwa ia mencintainya.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Bukhari
dalam Adabul Mufrad)
Namun sayangnya sunnah ini semakin
jarang dilakukan kaum Muslimin. Bisa jadi karena rasa enggan, malu atau
tidak mengetahui efek positifnya. Padahal orang-orang shalih terdahulu
mereka juga saling mengungkapkan rasa cinta mereka kepada saudaranya.
Suatu ketika Mujahid, seorang ulama besar tabi’in menceritakan, “Aku
bertemu dengan salah seorang dari sahabat Rasulullah SAW ia memegang
pundakku dari belakang seraya berkata, “Sesungguhnya aku mencintaimu.”
Kemudian aku membalasnya dengan mengatakan kepadanya, “Semoga Allah yang
membuat engkau mencintaiku juga mencintaimu sebagaimana engkau
mencintai aku.” Lalu sahabat tersebut berkata, “Sekiranya Rasulullah SAW
tidak bersabda, “Apabila seseorang mencintai orang lain maka
ungkapkanlah kepadanya bahwa ia mencintainya.” Niscahya aku tidak akan
mengungkapkannya kepadamu.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, hasan shahih).
Dengan ungkapan rasa cinta seseorang kepada saudaranya maka hubungan ukhuwwah karena Allah ta’ala akan
semakin bertambah kuat dan kokoh, sehingga akan mendorong saudaranya
untuk juga mencintainya serta mendoakannya dengan tulus. Yang demikian
itu tentu juga akan menambah kesempurnaan iman seseorang, karena ikatan
cinta karena Allah merupakan simpul ikatan cinta yang paling kuat.
Seseorang akan bersama yang ia cintai
Urusan
cinta dan loyalitas bukan hal sederhana. Nasib anda di akherat kelak
bergantung kepada bagaimana Anda mengelolanya. Kelak di akhirat,
seseorang akan disatukan bersama orang yang ia cintai. Karena itu
cintailah orang yang dijamin mendapatkan cinta-Nya. Yaitu, para Nabi, as-shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih.
Dari
Anas bin Malik ia menceritakan bahwa seseorang datang kepada Rasulullah
SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah kapankah tibanya hari Kiamat?
Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apakah yang telah engkau persiapkan
untuk menghadapi hari Kiamat?” Orang tersebut berkata, “Kecintaan kepada
Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya engkau akan
bersama yang engkau cintai.” Demi mendengar sabda Rasulullah tersebut
Anas bin Malik berkata, “Tidak ada sesuatu yang menggembirakan kami
setelah masuk Islam, melebihi kegembiraan kami terhadap sabda Rasulullah
SAW, “Sesungguhnya engkau bersama yang engkau cintai.” Lalu Anas
berkata, “Aku mencintai Allah dan Rasul-Nya juga Abu Bakar dan Umar dan
aku berharap semoga kelak bisa dikumpulkan bersama mereka walaupun tidak
bisa beramal dengan amalan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Persaudaraan
dalam Islam merupakan sesuatu yang istimewa. Keterkaitan muslim dengan
saudaranya bukan karena faktor demografi, bahasa, warna kulit, warna
mata atau ras. Melainkan karena keimanan kepada Allah dalam satu akidah.
Karena itu derajat dan kedudukan muslim yang berhasil mengukuhkan
ukhuwwah tersebut sangat tinggi dan mulia. Para Nabi dan syuhada pun iri
kepada mereka.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara
hamba-hamba Allah terdapat suatu golongan manusia yang bukan dari para
nabi dan bukan pula syuhada, akan tetapi para nabi dan syuhada iri
dengan kedudukan mereka disisi Allah pada hari Kiamat.” Para sahabat
berkata, “Beritahukanlah kepada kami siapa mereka wahai Rasulullah?”
Lalu Rasulullah menjelaskan, “Mereka adalah suatu kaum yang saling
mencintai karena Allah bukan karena ikatan kekerabatan diantara mereka
dan bukan pula karena faktor harta yang mereka harapkan, demi Allah
sesungguhnya pada wajah-wajah mereka terdapat cahaya dan mereka berada
diatas cahaya, mereka tidak merasa khawatir ketika manusia khawatir, dan
tidak pula bersedih hati ketika manusia bersedih hati, lalu beliau
membaca firman Allah, “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran pada diri mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus: 62) (HR. Abu Dawud, shahih)
Sebuah renungan bagi kaum muslimin
Namun,
kita perhatikan fenomena akhir-akhir ini amat menghkawatirkan. Betapa
banyak kaum muslimin yang menempatan cinta dan loyalitasnya mereka
kepada orang-orang kafir, para artis, para pelaku maksiat yang jauh dari
Islam. Disadari maupun tidak ‘musibah’ ini menjadi suatu fenomena yang
dianggap biasa. Sehingga banyak kaum muslimin yang mengikuti tradisi
orang kafir, merayakan hari raya dan mengkiblat gaya hidup mereka.
Sebaliknya,
orang-orang yang seharusnya mereka cintai justru ditinggalkan. Padahal,
tidak ada teladan yang lebih baik dari pada Rasulullah SAW, para ulama
dan orang-orang shalih. Berawal dari kesalahan memilih idola akan
berujung kepada salah memilih saudara. Bisa jadi mengapa hari ini banyak
orang muslim acuh terhadap penderitaan saudaranya karena menganggap
mereka ‘orang lain’, bukan bagian dari satu tubuh. Mengapa demikian?
Karena orang yang dianggap saudara adalah orang yang memiliki idola dan life style yang sama.
Hari
ini, kita sangat mendambakan hadirnya ukhuwwah Islamiyah, kesatuan atas
dasar Islam. Kita merindukan masyarakat muslim yang mencintai saudara
seimannya. Cinta yang tulus dan jujur, yang terwujud dengan senantiasa
saling mengingatkan kepada kebenaran dan kesabaran. Tawashaw bil haq wa tawashaw bis shabr.
Hari ini, kita masih mengangan-angankan hadirnya saudara seiman yang
mengatakan, “Aku mencintaimu karena Allah.” Sehingga kita bisa membalas
ungkapan mereka dengan doa, “Semoga Allah yang menjadikan engkau
mencintaiku juga mencintaimu sebagaimana engkau mencintai aku.” Sungguh,
ungkapan penyejuk jiwa yang tulus tersebut masih kita tunggu hingga
hari ini.
“Ya Allah sesungguhnya kami memohon kecintaan
kepada-Mu, mencintai orang-orang yang Engkau cintai dan mencintai
amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri pada cinta-Mu dan jadikanlah
kecintaan kami kepada-Mu melebihi kecintaan kami pada diri kami,
keluarga kami, dan air dingin yang segar.”
*Puisi Cinta Karena Allah SWT*
Kata-kata itu yg pernah diucapkan atau didengar,
Bahkan ditanam didalam hati dan dinawaitukan dan setiap desah napas.
Atas nama CINTA itu,manusia berharap hubungannya diridhoi…
Atas nama CINTA itu,manusia berharap hubungan it akan selalu dijaga-NYA…
Atas nama CINTA,manusia berharap sampai pada tujuannya…
Atas nama CINTA,manusia berharap sampai pada tujuannya…
Tapi nyatanya semua berbeda,
Tidak sejalan dengan apa yg dipikirkan,
Malah hati kita berantakan,
Justru perasaan dan nafsu yg bermain,
Mencintai atas CINTA kita sendiri…
Apa seperti itu yg dinamakan CINTA karena ALLAH??
Ketahuilah,
Jika CINTA karena ALLAH…
Kita tidak akan mengumbar kata-kata cinta dlm bentuk apapun…
Tapi kita akan menyimpan cinta it cukup dihati…
Jika mencintai karena ALLAH…
Cukup menCiNTAi seorang dlm diam sampai CINTA itu halal…
Cukup merindui seseorang dalam bait-bait doa yang termunajat padaNya..
CINTA yg datang dari ALLAH menyebabkan seseorang cukup takut untuk melanggar perintah ALLAH yang kecil ,apalagi yg besar..
Takut membuat Allah cemburu karena Dia tau ada yang lebih pantas dan harus untuk dicintai.
Dan itu hanya Dia “ALLAH azza wa jalla”…
Seseorang yg sudah dapat mencintai ALLAH ,CINTA yg lain jadi kecil dan rendah baginya.
Karena sumber CINTA yg datang dari ALLAH akan meletakkan ALLAH yg paling tinggi dan utama.
Bila berlaku perseteruan antara CINTA ALLAH dengan CINTA pada makhluk maka CINTA ALLAH dimenangkan…
Maka…
Jatuh CINTAlah pada seseorang yang juga mencintaimu karena ALLAH..
Berharaplah pada seseorang yang hanya berharap pada ALLAH..
Rindui seseorang yang juga melabuhkan rindunya karena ALLAH..
Jagalah kesetiaan pada seseorang yang mau menggadaikan diri dan jiwanya hanya karena ALLAH..
karena cintaku, cintamu, cintanya dan cinta kami..
Terikat oleh Cinta ALLAH.
Maa Syaa Allah...jazakallah khair
BalasHapus